22 Februari 2008

Rektor UPS Tegal harus "MM"

Peta perjalanan UPS Tegal 15-20 tahun ke depan tidak terkelupas dari isu-isu kebijakan pendidikan tinggi (dikti) tingkat makro dan aspirasi stakehoders. Secara makro, kehidupan perguruan tinggi (PT) di Indonesia berhadapan dengan empat tantangan krusial.
Pertama, tantangan peningkatan nilai tambah dalam kerangka peningkatan produktivitas nasional, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, tantangan untuk pengkajian dan penelitian secara komprehensif dan mendalam terhadap transformasi struktur masyarakat, dari tradisional ke modern, dari agraris ke industri dan informasi, serta implikasinya bagi pengembangan sumberdaya manusia PT.
Ketiga, tantangan persaingan global yang makin ketat. Kecenderungan ini melahirkan persoalan peningkatan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya yang berkualitas unggul sebagai manfaat dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keempat, munculnya kolonialisme baru di bidang iptek, informasi, dan ekonomi, menggantikan kolonialisme politik. Masalah dan tantangan ini menuntut kaum intelektual PT memperluas wawasan pengetahuan, wawasan keunggulan, keahlian profesional, dan mutu keterampilan manajerialnya.
Untuk menjawab tantangan itu, Zein (2000) menawarkan transformasi pendidikan. Modalitas utama transformasi, menurut Gerstmer (1995), adalah kebebasan lembaga pendidikan untuk menetapkan sasaran dan kinerja serta cara-cara pencapaiannya.
Implikasinya, perlu paradigma debirokratisasi dikti, diimbangi dengan memperbanyak peluang pemberdayaan-diri kelembagaan dikti dengan segala perangkat penyokongnya.
Sekaitan dengan itu, pengembangan PT --sebagai komponen strategik pembangunan berbagai sektor kehidupan-- harus diorientasikan kepada tiga dimensi transformasi. Pertama, transformasi kelembagaan PT. Jangkauan tranformasi ini meliputi tingkat kelembagaan, tingkat nasional, dan tingkat global.
Kedua, transformasi riset dan publikasi ilmiah. Akademisi harus meningkatkan karya dan rekacipta inovatif yang fungsional bagi pengembangan iptek dan kesejahteraan masyarakat. Tradisi kelisanan hendaknya ditransformasi menjadi tradisi literasi melalui penelitian, penulisan, dan publikasi.
Ketiga, transformasi pembelajaran yang didasari: (1) learning to think; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together. Pilar-pilar pembelajaran tersebut merupakan sokoguru manusia abad ke-21 untuk merespons arus informasi dan transformasi kehidupan yang berubah secara berkelanjutan.
Peluang pemberdayaan-diri kelembagaan dikti, bermakna mendorong dan menciptakan iklim kondusif bagi terpeliharanya otonomi keilmuan, otonomi pengelolaan pendidikan, dan otonomi pengelolaan kelembagaan.
Di dalam agenda reformasi pendidikan, tiga dimensi otonomi PT itu dikategorikan sebagai demokratisasi pengelolaan pendidikan, yang tidak terpisahkan dari penciptaan kesetaraan PTN-PTS, dan peningkatan daya saing PT dalam negeri terhadap PT di negara-negara lain.
Dimensi-dimensi otonomi PT memiliki pijakan hukum sebagaimana ditandaskan oleh UU Sisdiknas, yaitu: (1) dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada PT berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan (Pasal 24, ayat 1);
(2) PT memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan dikti, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 24, ayat 2);
(3) PT dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntablitas publik (Pasal 24, ayat 3); (4) PT menentukan kebijakan dan memiliki otonomi untuk mengelola pendidikan di lembaganya (Pasal 50, ayat 6);
(5) pengelolaan satuan dikti dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan (Pasal 51, ayat 2)
Otonomi yang diamanatkan oleh UU Sisdiknas dimaksudkan agar PT mampu memberikan pelayanan pendidikan yang prima kepada mahasiswa, melahirkan lulusan bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan mampu bersaing dalam era globalisasi.
Dari perspektif pengorganisasian PT, transformasi itu erat kaitannya dengan agenda reformasi pendidikan. Esensi reformasi pendidikan di ranah kultural adalah mengembangkan norma baru tentang peran dan perilaku, mengembangkan dan membiasakan sistem kolaborasi dalam proses pembelajaran.
Duderstadt (2003) menyarakan langkah-langkah transformasi PT sebagai berikut: (1) tentukan peran dan nilai utama PT yang harus dilindungi dan dipertahankan selama masa transformasi;
(2) pahami perubahan kebutuhan, harapan, dan persepsi masyarakat tcrhadap PT; (3) persiapkan PT sebaik¬-baiknya untuk menghadapi perubahan dan persaingan; (4) lakukan restrukturisasi pimpinan PT beserta jajarannya;
(5) susun paradigma baru pendanaan PT; (6) lakukan eksperimen paradigma baru dalam kegiatan belajar-mengajar, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat; (7) jalin hubungan baik antar-PT, PT dengan sektor-sektor non-PT seperti dunia usaha, lembaga riset, lembaga teknologi informasi, dan sejenisnya.
Strategi reposisi dan pencitraan publik yang telah ditempuh rektor terdahulu, masih menyisakan tiga item yang harus ditindaklanjuti: (1) implementasi konsep pendidikan berorientasi kewirausahaan; (2) manajemen layanan akademik berbasis teknologi informasi; dan (3) maksimalisasi kemampulabaan.
Dalam konstelasi itu, Rektor UPS Tegal masa depan harus “MM”. “MM” pertama, kemampuan mengkonseptualisasi dan mengkontekstualisasi isu kebijakan dan tantangan makro dikti ke dalam program-program pengembangan akademik –think globally, act locally.
“MM” kedua, melek mutu. Idealnya, kapasitas Rektor UPS Tegal merepresentasi kebulatan integratif dan agregatif sebagai pengembang ilmu, leader dan manajer dikti. Kebulatan tiga kapasitas itu dicurahkan sebesar-besarnya untuk perbaikan mutu komponen sistem dan kinerja sistem pendidikan UPS Tegal, serta intens menebar wacana intelektual yang konstruktif.
Tentu saja aktualisasi kepemimpinan rektor itu memerlukan visi dan atmosfer kelembagaan YPP yang telah rekonsialiasi paripurna. Dalam atmosfer konflik dikotomik YPP Si Dadap vis รก vis YPP Si Waru, suasana kebatinan Rektor UPS terpilih nanti ibarat gubug yang dibangun di atas lahan sengketa.
Pokok soalnya, bukan YPP mana yang paling absah secara yuridis, tetapi secara faktual ada dua YPP yang masing-masing beritikad memakmurkan UPS Tegal. Kalau begitu, hanya ada satu kata kunci yang layak dihayati bersama untuk menyemangati rekonsiliasi.
Kata kunci itu adalah legawa, lapang hati demi mengejawantahkan itikad baik tadi. Sekali lagi, seluruh sivitas akademika dan warga kota Tegal sangat gundah menanti buah rekonsialiasi yang paling indah. Ya, sebagai milestones, titik berangkat Rektor UPS mendatang. Semoga!

Tidak ada komentar: